Minggu, 11 Maret 2012

Cerita Hidup di Rantau 2


Jika kita ikhlas dan bersabar atas segala ujian maka kita akan merasakan seluruh kehidupan kita akan bersahabat dengan kita, itulah yang saya rasakan ketika berumroh bersama keluarga.
Suami telah berencana jauh-jauh hari untuk mengajak umroh dan berlebaran di mekkah, ketika itu saya sempat ragu karena mendengar cerita teman-teman yang telah lebih dulu umroh yang mengatakan jika umroh dibulan ramadhan kota mekkah bakalan ramai dan susah mencari hotel karena semua orang berlomba untuk melakukan umroh dibulan ramadhan untuk mengejar pahala yang sebanding dengan pahala haji, bahkan selain hotel susah didapat harganya pun naik berkali-kali lipat. Namun suami tetap bersikeras untuk berlebaran dimekkah, bahkan dia mengatakan jika kita nanti tidak dapat hotel untuk menginap kita tidur dimobil saja yang penting bisa ibadah dimasjidil haram, melihat kegigihan suami saya luluh juga dan menyetujui.
 Saya dan suami pun berusaha untuk mempersiapkan semuanya dengan memesan hotel jauh-jauh hari, namun  pas dimenit terakhir saya mendapat khabar dari mekkah bahwa hotel semua penuh, saya langsung mempersiapkan diri untuk bisa menerima hal yang terburuk itu. Namun Allah SWT memberikan jawaban yang indah ketika tiba-tiba tante saya yang kebetulan sedang umroh menelepon dan menanyakan sudah sampai dimana perjalanannya, saya katakan sudah sampai di miqot sudah  berihram  dan sudah bersiap untuk ke kota mekkah, saat itu saya mengatakan bahwa saya tidak mendapatkan hotel untuk menginap, lalu tante saya langsung mencari hotel yang kosong meskipun hotel tersebut jauh dari masjidil haram. Tak lama kemudian dia mengabarkan bahwa hotel untuk menginap sudah ada dan Alhamdulillah ada dua kamar kosong, seperti yang saya butuhkan karena saya berumroh dengan teman suami saya.
Dalam perjalanan menuju mekkah kata-kata talbiyah tak luput selalu saya ucapkan, rasa haru menyeruak dalam dada tak terasa mata saya selalu basah dengan air mata, saat menginjakkan kaki ke masjidil haram dan melihat ka'bah rasanya seperti mimpi, tangisan pun tak terbendung lagi.
Ketika akan melaksanakan thawaf saya sempat berpikir bahwa saya pasti kuat untuk melakukan thawaf  tujuh putaran karena memang saya merasa sehat meskipun sedang melaksanakan ibadah shaum. Namun baru saja melaksanakan thawaf dua putaran tiba-tiba saja dada saya sesak rasanya untuk bernapas pun susah dan lutut lemas, padahal saat itu saya tidak merasakan haus dan lapar, suami langsung membawa saya ke tempat air zam-zam untuk minum namun saya menolak untuk buka puasa, tapi lalu suami mengatakan harus ada salah satu yang dikorbankan agar bisa menyelesaikan ibadah umroh ini. Saya langsung merenung mungkinkah karena rasa sombong dalam diri saya yang mengatakan bahwa thawaf itu gampang membuat saya ditegur secara langsung oleh Allah SWT? saya langsung beristighfar dan menyelesaikan thawaf yang belum selesai.
 Saat melaksanakan thawaf anak saya yang paling bontot selalu kepayahan maka kadang saya gendong untuk menenangkannya saat itu selalu aja ada orang yang mencoba menghibur anak saya dengan mengajaknya bercanda atau mengusap kepalanya, kadang saya heran kok sering amat ya orang-orang arab mengusap-usap kepala anak saya, namun suami beranggapan bahwa setiap orang yang berada dimasjidil haram apalagi dibulan puasa seperti ini semuanya berlomba-lomba untuk bersedekah meskipun hanya dengan senyuman. Ya, itu saya rasakan karena semuanya seperti bersahabat meskipun tidak saling mengenal.
Sebetulnya saya iba melihat anak-anak saya yang kepanasan dan kecapean namun saya ingin menanamkan dalam diri anak saya bahwa umroh ini adalah ibadah yang agung dimana kita sebagai manusia datang sebagai tamu Allah SWT saya katakan bahwa Allah SWT langsung mengawasi dan mendengar doa-doa kita.
Ketika anak saya yang paling kecil merengek kehausan suami langsung pergi ke tempat air zam-zam, namun rupanya disana sudah banyak orang yang antri, ketika pas giliran suami rupanya air sudah habis, dari kejauhan suami memberikan isyarat bahwa dia tidak mendapatkan air, anak saya kembali merengek saya berusaha untuk sabar dan menenangkan dia ketika tiba-tiba saja ada seorang anak muda yang berpakaian ihram langsung menyodorkan segelas air zam-zam pada saya, hal itu membuat saya terkejut saya pikir darimana dia tahu bahwa saya sedang membutuhkan air minum buat anak saya, saya langsung mengucapkan terima kasih dia hanya mengangguk dan berlalu.
Ketika akan melaksanakan sa'i, anak-anak sudah mengeluh kecapean sehingga suami meminta saya untuk melaksanakan sa'i bergantian sementara dia menemani anak-anak istirahat. Baru saja melaksanakan sa'i dua putaran saya tak dapat menemukan lagi suami dan anak-anak ditempatnya semula  sehingga membuat saya panik, berada diantara ribuan orang yang sedang melaksanakan ibadah sa'i membuat hati saya tambah ciut karena kecil kemungkinan bisa bertemu kembali dengan suami karena pada saat itu saya tidak membawa alat komunikasi sama sekali, sambil berserah diri saya berdoa agar dapat menyelesaikan sa'i dengan tenang dan dapat bertemu kembali dengan suami dan anak-anak, tak beberapa lama mata saya langsung melihat sosok suami dan anak-anak, saya mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga.
 Saya merasa bahwa  waktu dan orang-orang disekitar saya selalu bersahabat  ketika melaksanakan ibadah umroh, rasanya semua dipermudah bahkan ketika  teman suami terpisah dari rombongon kecil kami dan kami tidak dapat menghubunginya tiba-tiba saja kami bertemu secara tidak sengaja di depan sebuah toko rupanya dia sedang memperbaiki handphonenya yang tiba-tiba saja rusak.
Banyak pengalaman yang memberikan nasehat pada diri saya agar tidak ujub atau sombong dan nasehat akan kekuatan doa yang kita panjatkan.
Ya Allah betapa Engkau Maha Pemurah, Maha Penyayang dan Maha Mendengar, sehingga segalanya diberikan jalan dan diberi kemudahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar